Search

Sabtu, 30 Oktober 2010

MENGGUNAKAN KATA PENGHUBUNG (KONJUKTOR) PERLAWANAN,AKIBAT,dan PERKECUALIAN

Konjuktor yaitu konjuktor yang menyatakan perlawanan/pertentangan,sebab,perkecualian,dan tujuan.

  1. Konjuktor yang Menyatakan Perlawanan/Pertentangan.

Konjuktor perlawanan/pertentangan merupakan konjuktor yang menghubungkan dua bagian yang dipakai, misalnya: tetapi,namun, dan sebaliknya.

Contoh:

a). Semula BBC menyembunyikan identitas Kelly, tetapi pemerintah Inggris menuding sumber BBC adalah Kelly.

b). belum ada konfirmasi soal kematian dua putra Saddam itu. Akan tetapi, kabar tewassnya Uday dan Qusay jelas menguntungkan pasukan koalisi.

c). Hal ini telah disepakati saat pertemuan tingkat tinggi menteri-menteri luar negeri ASEAN di Kamboja bulan lalu. Sebaliknya, Myanmar berencana mengirimkan menteri luar negerinya ke Jakarta pekan depan.

  1. Konjuktor yang menyatakan Akibat

Konjuktor akibat (konsekutif) menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi akibat suatu hal yang lain. Konjuktor yang dipakai, adalah: sehingga,sampai,dan akibatnya.

Contoh:

Saya betul-betul terpesona kepadanya sehingga saya terus menatapnya.

  1. Konjuktor yang menyatakan Perkecualian.

Konjuktor ini menjelaskan dalam batas-batas mana suatu hal atau perbuatan dapat dijelaskan. Konjuktor yang dipakai, adalah: kecuali, dan selain.

Contoh:

Hidup tanpa tujuan yang pasti akan menghasilkan apa-apa. Kecuali kekecewaan.

  1. Konjuktor yang menyatakan Tujuan

Konjuktor ini semacam modalitas yang menjelaskan maksud dan tujuan suatu peristiwa atau tindakan.

Contoh Konjuktor tujuan ini, adalah: supaya,guna, dan agar.


KALIMAT AMBIGU

Ambigu berarti makna ganda. Demikian juga dengan kata polisemi. Akan tetapi, kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambigulitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frasa atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Contoh frasa atau kalimat yang ambigu berikut ini:
a)Buku Sejarah baru terbit minggu ini(frasa), dapat ditafsirkan:
1.Buku sejarah itu baru terbit
2.Buku yang berisi sejarah baru (bukan sejarah yang lama)
b)Orang malas lewat disana (kalimat), dapat ditafsirkan:
1.Jarang ada orang yang mau lewat disana
2.Yang mau lewat disana hanya orang yang malas
Untuk menghindari kesalahan penafsiran seperti di atas, di dalam mengungkapkannya penutur ebaiknya mengucapkan dengan intonasi yang tepat(dalam penuturan lisan), dan dalam bahasa tulis pengguna bahasa hendaknya memberikan tanda hubung pada sejarah-baru (jika yang dimaksud adalah ‘buku yang berisi sejarah yang baru’, bukan yang lama), atau buku-sejarah (jika yang dimaksud ‘jenis buku sejarah’, bukan buku matematika).

Jumat, 29 Oktober 2010

Ragam Bahasa (Bahasa Lisan dan Tulisan)

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan dan tulisan jelas berbeda. Bahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi yang unik dijumpai pada manusia yang menggunakan kata-kata yang diturunka dari kosakata yang besar (kurang lebih 10.000) bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan organ mulut. Kata-kata yang terucap tersambung menjadi untaian frase dan kalimat yang dikelompokkan secara sintaktis. Kosa kata dan sintaks yang digunakan, bersama-sama dengan bunyi bahasa yang digunakannya membentuk jati diri bahasa tersebut sebagai bahasa alami.
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi. 
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dan komunikasi terjadi secara langsung / bertatap muka, sehingga terikat oleh kondisi, situasi dan waktu. Dalam ragam lisan, kita juga akan berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan dalam situasi perkuliahan, ceramah, dll. Sedangkan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya. 
Seorang pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide, sehingga si penerima ragam bahasa lisan lebih mudah mengerti dan lebih memahami apa yang ingin disampaikan oleh si pembicara. Dan jika terjadi kesalahan atau pemakaian struktur kalimat yang kurang baik , maka si pembicara dapat langsung menjelaskannya pada saat itu juga. Walaupun demikian, ketepatan dalam pemilihan kata, bentuk kata, dan kelengkapan unsur-unsur dalam struktur kalimat tidaklah menjadi ciri kebakuan dalam ragam lisan. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari situasi dan kondisi pembicaraan dalam menyampaikan pemahaman makna gagasan yang ingin disampaikan secara lisan.Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis karena kedua ragam itu masing-masing ( ragam tulis dan ragam lisan) memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh Rgam Bahasa Lisan :

1. Putri bilang kita harus belajar .
2. Ayah lagi baca koran .
3. Kita harus bikin karya tulis.

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, jadi komunikasi yang terjadi tidak secara langsung . Penulis menyampaikan gagasan atau idenya tidak pada saat ide itu dibuat atau dituangkan ke dalam tulisan, sehingga jika terdapat struktur kalimat yang kurang baik akan dapat mengganggu komunikasi pembaca. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa dan struktur kalimatnya seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan dan kecermatan dalam pemilihan kosa kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh Ragam Bahasa Tulisan :

        1.Putri mengatakan bahwa kita harus belajar.
        2. Ayah sedang membaca Koran.
        3. Kita harus membuat karya tulis.


 

 

Minggu, 10 Oktober 2010

ilegal logging

BAB I
PENDAHULUAN


1.Latar Belakang
Penanganan kejahatan illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan di berbagai pihak. Perubahan aktivitas ekonomi local juga menjalar pada perindustrian kayu yang legal. kegiatan Pembalakan liar atau penebangan liar atau illegal logging sampai saat ini masih tetap berjalan, sehingga telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Bukan hanya ekosistem saja yang rusak tetapi alam keseimbangan alam pun menjadi rusak dan dapat menyebabkan terjadinya bencana alam dari mulai bencana banjir,tanah longsor,erosi,dll.
Illegal Logging tidak terjadi di kawasan hutan,tetapi sampai saat ini sudah memasuki kawasan hutan lindung,hutan konservasi.


2.Permasalahan
Informasi tentang pembalakan liar/illegal logging ini masih sangat minim,sehingga informasi ini belum dapat di pahami secara efektif oleh semua aspek masyarakat. Sehingga tujuan untuk penangulangan penebangan liar ini dapat di tanggulangi.


3.Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk membahas betapa penting Sumber Daya Alam (Hutan) yang ada di Bumi.Sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan kita harus menjaga kelestarian Hutan di Bumi ini,bukan hanya merusak saja. Karena fungsi hutan itu banyak sekali,seperti contohnya: menahan aliran air hujan yang turun,menahan erosi,menangulangi polusi udara,dll. Oleh sebab itu tindakan illegal logging itu sangat merugikan dan dilarang oleh Negara.



BAB II
ISI

PENGERTIAN ILLEGAL LOGGING (PENEBANGAN LIAR)

Pembalakan liar atau penebangan liar (dalam bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa kegiatan penebangan liar hampir terjadi di seluruh negara di dunia ini.

Disini saya akan mengambil contoh pembalakan liar/illegal logging/penebangan liar di Negara Indonesia

PENEBANGAN LIAR DI INDONESIA (ILLEGAL LOGGING)
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).



DAMPAK PENEBANGAN LIAR DI INDONESIA (ILLEGAL LOGGING)

1)dampak yang sudah mulai terasa sekarang ini adalah pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor. Pada tahun 2007 Indonesia telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Banjir dan tanah longsor di Indonesia telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar. Kerusakan lingkungan yang paling terlihat yaitu di daerah Sumatera yang baru saja dilanda banjir badang dan tanah longsong sangat parah. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang kehilangan harta benda, rumah, dan sanak saudara mereka akibat banjir dan tanah longsor. Bahkan menurut Kompas, di Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan sawahnya terendam banjir dan 263.071 hektar sawah terendam dan gagal panen. Banjir dan tanah longsor ini terjadi akibat dari Illegal Logging di Indonesia. Hutan yang tersisa sudah tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam curah yang besar, dan pada akhirnya banjir menyerang pemukiman penduduk. Para pembalak liar hidup di tempat yang mewah, sedangkan masyarakat yang hidup di daerah dekat hutan dan tidak melakukan Illegal Logging hidup miskin dan menjadi korban atas perbuatan biadap para pembalak liar. Hal ini merupakan ketidakadilan sosial yang sangat menyakitkan masyarakat.

2)Kedua, Illegal Logging juga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis dilalap para pembalak liar. Hal ini mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air untuk irigasi. Menurut kompas, pada tahun 2007 ini tercatat 78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten.

3)Ketiga, semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia. Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara tidak langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan

4)Keempat, Illegal Logging juga membawa dampak musnahnya berbagai fauna dan flora, erosi, konflik di kalangan masyarakat, devaluasi harga kayu, hilangnya mata pencaharian, dan rendahnya pendapatan negara dan daerah dari sektor kehutanan, kecuali pemasukan dari pelelangan atas kayu sitaan dan kayu temuan oleh pihak terkait. Hingga tahun 2005, setiap tahun negara dirugikan Rp 50,42 triliun dari penebangan liar dan sekitar 50 persen terkait dengan penyelundupan kayu ke luar negeri. Semakin langkanya orang utan juga merupakan dampak dari adanya Illegal Logging yang semakin marak di Indonesia. Krisis ekonomi tergabung dengan bencana-bencana alam dan Illegal Logging oleh manusia membawa orang utan semakin terancam punah. Selama 20 puluh tahun belakangan ini kira-kira 80% hutan tempat orang utan tinggal sudah hilang. Pada waktu kebakaran hutan tahun 1997-1998 kurang lebih sepertiga dari jumlah orang utan liar dikorbankan juga. Tinggal kira-kira 12.000 sampai 15.000 ekor orang utan di pulau Borneo (dibandingkan dengan 20.000 pada tahun 1996), dan kira-kira 4.000 sampai 6.000 di Sumatra (dibandingkan dengan 10.000 pada tahun 1996). Menurut taksiran para ahli, orang utan liar bisa menjadi punah dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi. Untuk kesekian kalinya masyarakat dan flora fauna yang tidak bersalah menjadi korban Illegal Logging. Ini akan menjadi pelajaran yang berharga bagi pemerintah dan masyarakat agar ikut aktif dalam mengatasi masalah Illegal Logging di Indonesia.

5)Kelima, dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam kekalutan dan ketakutan yang mendalam. Bahkan di Indonesia juga telah megalami dampak global warming yang dimulai dengan adanya tsunami pada tahun 2004 di Aceh yang menewaskan ratusan ribu orang di Indonesia dan negara-negara tetangga. Global warming membawa dampak seringnya terjadi bencana alam di Indonesia, seperti angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang tinggi, dan sulitnya memprediksi cuaca yang mengakibatkan para petani yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering mengalami gagal panen. Global warming juga mengakibatkan semakin tingginya suhu dunia, sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan pulau-pulau di dunia akan semakin hilang terendan air laut yang semakin tinggi volumenya. Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di Indonesia yang menjadi paru-paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar, maka untuk itu kita harus bersama-sama membangun hutan kita kembali dan memusnahkan para pembalak liar yang berupaya menghancurkan dunia.


UPAYA TINDAKAN MEMINIMALISIR TINDAKAN ILLEGAL LOGGING
1.Upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas yang tidak dibarengi dengan jumlah aparat yang signifikan, maka upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat tempatan. Inipun akan mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging.

2.Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota.Dalam pengamatan penulis, petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi para sopir truk dan pemodal.
Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu.

3.Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari kayu. Menurut hemat penulis ini adalah merupakan upaya yang cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan “penadahan”.Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu illegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi (corporate crime).

Ada pun Peraturan Perundang-Undangan bagi pelaku yang secara langsung melakukan perbuatan illegal logging:

1.Pasal 50 Ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menyebutkan, “setiap orang dilarang: menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang”;

2.Pasal 50 Ayat (3) huruf f UUK menyebutkan, “setiap orang dilarang: menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan yang diambil atau dipungut secara tidak sah”;

3.Pasal 50 Ayat (3) huruf h UUK menyebutkan: “setiap orang dilarang: mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan”

4.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (emapt) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kondisi Hutan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan sekali,karena banyak pihak-pihak yang sengaja menebang hutan secara illegal. Sampai saat ini luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu. keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Pada sebuah Penelitian tercatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan. Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar
Masyarakat yang hidup di daerah dekat hutan dan tidak melakukan Illegal Logging hidup miskin dan menjadi korban atas perbuatan biadap para pembalak liar. Hal ini merupakan ketidakadilan sosial yang sangat menyakitkan masyarakat. Untuk kesekian kalinya masyarakat dan flora fauna yang tidak bersalah menjadi korban Illegal Logging

Saran
Sebagai masyarakat yang peduli akan kelestarian alam kita harus mencegah terjadinya tindakan kriminal illegal logging/pembalakan liar secara illegal,bukan hanya masyarakat saja tetapi juga pihak-pihak tertentu dan pemerintah juga harus menjaga Hutan kita dari aksi-aksi dari para pencuri kayu ini. Karena dampak dari pembalakan liar sangat banyak merugikan dan merusak kelestarian lingkungan, dampak yang terjadi juga jangka panjang.

Senin, 04 Oktober 2010

Pencitraan Digital


Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Pengolahan citra digital dapat dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan :

1. Memperbaiki kualitas suatu gambar, sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi oleh mata manusia.

2. Mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis.

Bidang aplikasi kedua yang sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan pole (pattern recognition) yang umumnya bertujuan mengenali suatu objek dengan cara mengekstrak informasi penting yang terdapat pada suatu citra. Bila pengenalan pola dihubungkan dengan pengolahan citra, diharapkan akan terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra masukan sehingga citra tersebut dapat dikenali polanya. Proses ini disebut pengenalan citra atau image recognition. Proses pengenalan citra ini sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Transformasi citra, sesuai namanya, merupakan proses perubahan bentuk citra untuk mendapatkan suatu informasi tertentu

Transformasi bisa dibagi menjadi 2 :

Transformasi piksel/transformasi geometris:

Transformasi ruang/domain/space


Transformasi piksel masih bermain di ruang/domain yang sama (domain spasial),hanya posisi piksel yang kadang diubah.

Contoh: rotasi pada gambar (Foto)








menjadi








Transformasi ruang merupakan proses perubahan citra dari suatu ruang/domain ke ruang/domain lainnya, contoh: dari ruang spasial ke ruang frekuensi

Akusisi citra

Pengambilan data dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media seperti kamera analog, kamera digital, handycamp, scanner, optical reader dan sebagainya. Citra yang dihasilkan belum tentu data digital, sehingga perlu didigitalisasi.

Peningkatan kualitas citra

Pada tahap ini dikenal dengan pre-processing dimana dalam meningkatkan kualitas citra dapat meningkatkan kemungkinan dalam keberhasilan pada tahap pengolahan citra digital berikutnya.

Segmentasi citra

Segmentasi bertujuan untuk memilih dan mengisolasikan (memisahkan) suatu objek dari keseluruhan citra. Segmentasi terdiri dari downsampling, penapisan dan deteksi tepian. Tahap downsampling merupakan proses untuk menurunkan jumlah piksel dan menghilangkan sebagian informasi dari citra. Dengan resolusi citra yang tetap, downsampling menghasilkan ukuran citra yang lebih kecil. Tahap segmentasi selanjutnya adalah penapisan dengan filter median, hal ini dilakukan untuk menghilangkan derau yang biasanya muncul pada frekuensi tinggi pada spektrum citra. Pada penapisan dengan filter median, gray level citra pada setiap piksel digantikan dengan nilai median dari gray level pada piksel yang terdapat pada window filter. Tahap yang terakhir pada proses segmentasi yaitu deteksi tepian. Pendekatan algoritma Canny dilakukan berdasarkan konvolusi fungsi citra dengan operator Gaussian dan turunan-turunannya. Pendeteksi tepi ini dirancang untuk merepresentasikan sebuah tepian yang ideal, dengan ketebalan yang diinginkan. Secara umum, proses segmentasi sangat penting dan secara langsung

akan menentukan keakurasian sistem dalam proses identifikasi iris mata.

Representasi dan Uraian

Representasi mengacu pada data konversi dari hasil segmentasi ke bentuk yang lebih sesuai untuk proses pengolahan pada komputer. Keputusan pertama yang harus sudah dihasilkan pada tahap ini adalah data yang akan diproses dalam batasan-batasan atau daerah yang lengkap. Batas representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik bentuk luar, dan area representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik dalam, sebagai contoh tekstur. Setelah data telah direpresentasikan ke bentuk tipe yang lebih sesuai, tahap selanjutnya adalah menguraikan data.

Pengenalan dan Interpretasi

Pengenalan pola tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan citra dengan suatu kualitas tertentu, tetapi juga untuk mengklasifikasikan bermacam-macam citra. Dari sejumlah citra diolah sehingga citra dengan ciri yang sama akan dikelompokkan pada suatu kelompok tertentu. Interpretasi meliputi penekanan dalam mengartikan objek yang dikenali.

Model Representasi Color

Menggunakan tiga primary color

  • RGB

  • CMY


Menggunakan luminance dan chrominance

HIS (Hue, saturation, intensity)‏

YIQ (digunakan pd TV warna NTSC)‏

YCbCr (digunakan TV warna digital)


Spesifikasi Amplituda:

8 bit utk tiap komponen warna, atau 24 bit total utk tiap pixel

Total 16 juta warna

Konversi antara set primary berbeda adalah linier

Konversi antara primary dan XYZ/YIQ/YUV juga linier

Formula konversi diantara banyak color coordinates dp dilihat di [Gonzales1992]